Jeritan Korban Dugaan Malapraktik Di RSUD Cabangbungin ,Ketum Akpersi Desak Keadilan
Bayu, yang semula didiagnosis menderita demam berdarah dengue (DBD), justru harus kehilangan bola mata sebelah kanan setelah menjalani serangkaian tindakan medis yang disebut-sebut keliru. Perubahan diagnosa yang membingungkan hingga prosedur penanganan yang diduga tanpa standar, berujung pada cacat permanen yang membekas secara fisik maupun psikologis.
Nasib serupa menimpa Dewi Pratiwi. Tanpa persetujuan keluarga, ia menjalani operasi caesar yang dinilai tidak transparan dan menabrak etika kedokteran. Keputusan medis sepihak ini menyisakan trauma mendalam bagi keluarga dan menjadi sorotan publik.
Menanggapi kasus ini, Ketua Umum Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI), Rino Triyono, S.Kom., S.H., C.IJ., C.BJ., C.EJ., C.F.L.E., didampingi Ketua DPD AKPERSI Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, turun langsung ke rumah para korban pada Minggu (24/8). Dalam kunjungan tersebut, Rino menyampaikan kecaman keras terhadap dugaan malapraktik yang terjadi.
“Ini sudah keterlaluan! Negara tidak boleh tinggal diam ketika rakyat menjadi korban malapraktik. RSUD Cabangbungin harus bertanggung jawab penuh. Jangan ada lagi permainan atau upaya menutup-nutupi kebenaran,” tegas Rino dengan nada lantang.
Ahmad Syarifudin menambahkan, kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia kesehatan di Jawa Barat, sekaligus ujian integritas bagi para pemangku kepentingan.
“Ini menyangkut nyawa, menyangkut masa depan warga. Negara wajib hadir! Kami menuntut aparat penegak hukum bertindak tegas. Jangan biarkan korban berjuang sendirian,” serunya.
Dugaan Pelanggaran Hukum dan Etika
AKPERSI menilai, tindakan yang dialami para korban bukan hanya soal etika, tetapi juga berpotensi melanggar hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan:
- Pasal 58 ayat (1): Pasien berhak memperoleh informasi lengkap mengenai tindakan medis, termasuk risiko dan alternatifnya.
- Pasal 59 ayat (1): Tindakan medis harus mendapat informed consent dari pasien atau keluarga.
- Pasal 65: Pasien berhak atas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan tidak diskriminatif.
Dengan dasar hukum ini, AKPERSI mendesak agar pihak rumah sakit, serta dinas kesehatan, memberikan penjelasan terbuka dan bertanggung jawab.
Jeritan Rakyat Kecil
Dalam kondisi penuh luka dan trauma, Bayu Fadilah menyampaikan permohonannya kepada para pemimpin negeri.
“Saya mohon dengan sangat kepada Bapak Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi dan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, tolong dengar jeritan kami. Kami rakyat kecil hanya ingin keadilan dan perlindungan,” ucap Bayu terbata, menahan emosinya.
Senada, Dewi Pratiwi juga berharap agar pemerintah tidak menutup mata atas penderitaan rakyat kecil yang menjadi korban kesalahan medis.
AKPERSI Akan Kawal Hingga Tuntas
AKPERSI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Rino Triyono menyatakan bahwa ini bukan hanya tentang dua korban, tetapi soal keberpihakan negara terhadap warganya.
“Kami tidak akan berhenti sampai kebenaran ditegakkan dan korban mendapat keadilan. Ini bukan hanya tentang Bayu dan Dewi, ini tentang harga diri bangsa: apakah negara berpihak pada rakyatnya, atau membiarkan rakyat kecil dikorbankan oleh kelalaian?” pungkas Rino.
Kasus ini menjadi alarm keras bahwa pelayanan kesehatan tidak boleh lagi menjadi ruang abu-abu yang mengabaikan hak pasien. Rakyat menanti keadilan, dan negara ditantang untuk hadir.
Amran
Posting Komentar